Seorang sahabat Nabi yang amat miskin datang pada Nabi sambil mengadukan tekanan ekonomi yg dialaminya. Tsa'labah, nama sahabat tersebut, memohon Nabi untuk berdo'a supaya Allah memberikan rezeki yang banyak kepadanya. Semula Nabi menolak permintaan tersebut sambil menasehati Tsa'labah agar meniru kehidupan Nabi saja. Namun Tsa'labah terus mendesak. Kali ini dia mengemukakan argumen yang sampai kini masih sering kita dengar, "Ya Rasul, bukankah kalau Allah memberikan kekayaan kepadaku, maka aku dapat memberikan kepada setiap orang haknya."
Nabi kemudian mendo'akan Tsa'labah. Tsa'labah mulai membeli ternak. Ternaknya berkembang pesat sehingga ia harus membangun pertenakakan agak jauh dari Madinah. Seperti bisa diduga, setiap hari ia sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi menghadiri shalat jama'ah bersama Rasul di siang hari.
Hari-hari selanjutnya, ternaknya semakin banyak; sehingga semakin sibuk pula Tsa'labah mengurusnya. Kini, ia tidak dapat lagi berjama'ah bersama Rasul. Bahkan menghadiri shalat jum'at dan shalat jenazah pun tak bisa dilakukan lagi.
Ketika turun perintah zakat, Nabi menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Sayang, Tsa'labah menolak mentah-mentah utusan Nabi itu. Ketika utusan Nabi datang hendak melaporkan kasus Tsa'labah ini, Nabi menyambut utusan itu dengan ucapan beliau, "Celakalah Tsa'labah!" Nabi murka, dan Allah pun murka!
Saat itu turunlah Qs at-Taubah: 75-78
"Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh." Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui yang ghaib?" Tsa'labah mendengar ada ayat turun mengecam dirinya, ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Nabi menolaknya, "Allah melarang aku menerimanya." Tsa'labah menangis tersedu-sedu.
Setelah Nabi wafat, Tsa'labah menyerahkan zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar. tetapi kedua Khalifah itu menolaknya. Tsa'labah meninggal pada masa Utsman.
Dimanakah Ts'alabah sekarang? Jangan-jangan kitalah Tsa'labah-Tsa'labah baru yang dengan linangan air mata memohon agar rezeki Allah turun kepada kita, dan ketika rezeki itu turun, dengan sombongnya kita lupakan ayat-ayat Allah.
Bukankah kita dengan alasan sibuk berbisnis tak lagi sempat sholat lima waktu. Bukankah dengan alasan ada "meeting penting" kita lupakan perintah untuk sholat Jum'at. Bukankah ketika ada yang meminta sedekah dan zakat,kita ceramah mereka dengan cerita bahwa harta yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam membanting tulang; bukan turun begitu saja dari langit, lalu senang-senang nak minta sedekah tanpa harus kerja keras.
Kitalah Tsa'labah....Tsa'labah ternyata masih hidup dan "mazhab"-nya masih kita ikuti...
Konon, ada riwayat yang memuat saran Nabi Muhammad saw (dan belakangan digubah menjadi puisi oleh Taufik Ismail), "Bersedekahlah, dan jangan tunggu satu hari nanti di saat engkau ingin bersedekah tetapi orang miskin menolaknya dan mengatakan, "kami tak mahu wang kamu, yang kami mahukan adalah darahmu!"
Dahulu Tsa'labah menangis di depan Nabi yang tak mau menerima zakatnya. Sekarang ditengah kesenjangan sosial di negeri kita, jangan-jangan kita bukan hanya akan menangis namun berlumuran darah ketika orang miskin menolak sedekah dan zakat kita!